Selaknya
seorang anak pada umumnya yang terlahir dari rahim seorang ibu. Dialah sosok
wanita pemberani yang mempertaruhkan hidup nya untuk memperkenalkan kita ke
dunia, dia berjuang hingga nafas terakhir pun akan ia lakukan demi anaknya.
Rasa sakit ibu itu rasanya hilang seketika ketika ia mampu melihat tangis lucu
sang bayi.
Mama itulah sapaan hangatku sejak
kecil buat seseorang wanita terhebat yang pernah aku kenal di dunia ini, lebih
tepatnya mama Yani namanya, seorang wanita kelahiran jawa tengah pada tanggal
18 maret di tahun 1968. Menikah pada tahun 1997 dan berhasil melahirkan secara
normal seorang bayi kecil yang gendut pada tanggal 22 januari persis setahun
seusai pernikahannya tersebut. Betapa bahagianya aku bisa berada di dunia untuk
pertama kalinya di dekapan hangatnya.
Sejak bayi aku merasakan
kehangatan peluknya, lembutnya kasih sayangnya, serta ketulusan cintanya yang
ia berikan tana henti di setiap mengedipkan mata hingga kini aku telah remaja
menginjak dimana mama sering mengingatkan serta menasehatiku karena melihat
tingkah-tingkah sebagai remaja. Memang kini bukan seperti dulu ketika aku
nakal, mama hanya memarahiku dengan senyuman dan cubitan manjanya tapi kini
karena ego dan pikiranku yang terkadang masih labil aku masih membantah entah
itu nasehat atau perintahnnya, yaa begitulah seorang remaja masih meninggikan
ego nya sendiri.
Kini aku seorang remaja
yang beranjak dewasa. Kini giliranku untuk membahagian mama ku yang semakin
bertambah tahun bertambah pula usianya, masih ada waktu selagi aku masih bisa
melihat senyum penuh cinta nya itu akan ku jadikan motivasi ku untuk semangat
berjuang meraih kesuksesan. Mama selalu tersenyum menghadapi anak-anaknya walau
aku tahu terkadang dibalik senyumnya itu banyak hal ia sembunyikan tetapi demi
anak-anaknya ia rela menyimpan masalahnya sendiri dan tidak mau anak-anaknya
merasakan kesusahan yang sedang ia rasa.
Mama namamu akan selalu hangat di hatiku
engkau pahlawan di hidupku, pelita yang menyinari hariku hingga penuh warna,
ketika badai datang engkau selalu membawakan paying untuk melindungi anakmu ini
agar setelah itu aku bisa melihat pelangi. Aku sangat bersyukur bisa terlahir
dari Rahim sucimu berada diantara kehangatan keluarga ini. Aku berjanji akan
membuatmu bahagia kini giliranku untuk membalas jasamu walau aku tahu
pengorbananmu takkan pernah terbalaskan oleh apapun karena “Kasih Ibu sepanjang
jalan”. Ma… maaf beribu maaf bila anak mu sering membantah atau sering tidak
menaati perintahmu bahkan sering menyusahkanmu.
Mama … bagiku engkau
bagaikan malaikat dihidupku tanpa hadirmu mungkin aku ini takkan pernah jadi
apa-apa, takkan bisa menjadi aku yang seperti sekarang, tau banyak hal
terkadang aku juga menyangkal pendapatmu. Betapa indah masa-masa dimana aku
masih kecil, masih sering memanggil “Ma… mama”, yang menyiapkan makanan bahkan
menyuapi walau sebenernya engkau lelah, menggantikan popokku, yang
memandikanku, memakaikan ku baju, menggendongku, serta kenangan-kenangan lain
di masa kecilku.
Maka dari itu hargailah
seorang Ibu. Jangan engkau mengabaikannya kelak ketika masa tua nya tiba, rawat
lah ia dengan baik seperti dulu ia merawatmu. Ia selalu sabar menghadapimu,
berdoa untukmu, dan rela memberikan apa yang ia punya kepada anaknya, karena
ibu adalah seorang wanita dan wanita itu berfikir lebih memakai hati daripada
otak.
Sedikit cerita tentang
seorang wanita tua yang tinggal bersama anaknya yang sudah berkeluarga. Suatu
hari di teras depan rumah sang ibu itu berbincang dengan anaknya yang sedang
membaca koran :
Sang Ibu : Nak,
itu hewan yang kamu pelihara apa namanya (Sambil menunjuk kearah hewan peliharaan sang anak).
Sang Anak : (Dengan
santai menjawab) Oh itu anoa buk.
Seiring
umurnya yang menua pendengarannya ibunya mulai menurun dan ia kembali bertanya
Sang Ibu : Apa
nak? (Jawab ibu yang kurang jelas pendengarannya)
Sang Anak : Anoa
bu (dengan suara agak keras)
Kali
ini sang ibu coba bertanya kembali walupun ia sudah tahu
Sang Ibu : Hewan apa
nak?
Sang Anak : ANNOAA buu
(Dengan suara lantang dan sedikit kesal)
Sang
ibu pun tersenyum berkaca-kaca sambil melihat sang anak dan berkata
Sang Ibu : Sabarlah
Nak
Sang Anak : Bagaimana
mau sabar, ini pertanyaan ibu yang sama ketiga kalinya
Sang Ibu : Dulu
ibu mengajakmu sebuah taman dan kamu melihat burung diatas patung dan kamu
bertanya “Burung apa itu bu?” dan ibu menjawab “Itu burung merpati nak” tapi
engkau terus bertanya, ibu selalu menjawabnya setiap pertanyaanmu dengan
senyuman agar kamu mengerti tentang suatu hal dan kamu dulu berkata “Makasih
ibu, sekarang aku mengerti bahwa itu adalah burung merpati”, sambil tersenyum
ibu menjawab “Kamu pinter nak (sambil mengelus-elus kepala sang anak)”.
Sang Anak : Ibuuuuuu…
(Seketiak memanggil)
Sang
anak melipat koran yang sedang ia baca dan bergagas menuju sang ibu. Ia terdiam,
termenung mendengar kata-kata ibunya itu, seketika sang anak menundukan kepala
memohon maaf kepada sang ibu sambil meneteskan air mata.
“You are my heroes, you are
my everything, mom”.